Oleh: Ronald Gozali
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencatatkan sejarah baru. Pada Senin, 24 November 2025, IHSG ditutup menguat sebesar 1,85% dengan nilai transaksi mencapai Rp45,66 triliun. Jumlah lot yang diperdagangkan menembus 516,55 miliar dan frekuensi transaksi mencapai 2,55 miliar kali, sebuah momentum yang sekaligus mendorong IHSG menyentuh level All-Time High (ATH) di 8.570,25. Kinerja impresif ini bukan sekadar sentimen sesaat, tetapi mencerminkan dinamika pasar yang semakin matang dan berkembang pesat.
Menariknya, lonjakan IHSG ini bertepatan dengan global rebalancing Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang berlaku setelah penutupan perdagangan pada hari yang sama. Rebalancing MSCI merupakan salah satu momen paling ditunggu para pelaku pasar karena seringkali memicu arus dana asing yang signifikan, baik melalui penambahan maupun penghapusan emiten dalam indeks global tersebut.
Dalam hasil rebalancing kali ini, dua emiten Indonesia, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), resmi masuk ke dalam kategori Global Standard Index MSCI. Masuknya BREN dan BRMS tidak hanya menegaskan kapitalisasi pasar dan likuiditas yang kuat, tetapi juga menggambarkan daya tarik sektor energi terbarukan dan pertambangan bagi investor global. BRMS yang sebelumnya berada pada Small Cap Index kini berhasil naik kelas, sementara PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) turun ke Small Cap Index.
Selain itu, MSCI Small Cap Index kini kedatangan lima emiten baru: PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), dan PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI). Penambahan emiten-emiten ini memperluas representasi sektor industri Indonesia dalam indeks global, sekaligus membuka peluang arus modal asing baru ke berbagai sektor strategis.
Dampak positif rebalancing langsung tercermin pada arus dana asing. Foreign flow di seluruh market pada 24 November 2025 mencatatkan net foreign buy sebesar Rp3,15 triliun, menandakan meningkatnya kepercayaan investor global terhadap stabilitas pasar Indonesia. Momentum ini semakin diperkuat oleh pernyataan Chief Investment Officer BPI Danantara, Pandu Patria Sjahrir, yang menegaskan bahwa kehadiran Danantara sebagai liquidity provider telah menjadi katalis utama peningkatan kepercayaan investor dalam delapan bulan terakhir.
Peran BPI Danantara sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk menghadirkan stabilitas likuiditas di pasar modal tidak bisa dianggap remeh. Sinergi pemerintah dan pelaku pasar selama ini terbukti efektif dalam menciptakan ekosistem perdagangan yang sehat, terukur, dan responsif terhadap dinamika global. Namun, dukungan likuiditas semata tidak cukup. Fundamental perusahaan tetap menjadi kunci keberlanjutan pasar modal Indonesia.
Apabila ekosistem pasar tetap dijaga dan perusahaan-perusahaan domestik mampu mempertahankan fundamental yang kokoh, bukan tidak mungkin IHSG akan terus mendaki menuju level-level psikologis berikutnya. Rebalancing MSCI kali ini menjadi pembuktian bahwa pasar Indonesia semakin diperhitungkan dan semakin terintegrasi dengan arus modal global.
IHSG mungkin telah menyentuh ATH, tetapi bagi pasar modal Indonesia, babak baru tampaknya baru saja dimulai.
